Asa itu
pasti ada!
Jam dinding tua yang menempel
pada dinding rumah kecil itu menunjukan pukul 04.35 pagi . adzan subuh
berkumandang dari rumah allah yang tak jauh dari rumah kecil itu. Anak laki-laki dan ibunya yang sudah terbangun dari
tidur nyenyakpun bersiap untuk menuju rumah allah. Ya , tak pernah anak
laki-laki dan ibunya mangkir untuk solat berjamaah dimusholah.
Anak laki-laki yang diberi nama
rizki oleh ibunya itu adalah laki-laki kecil berusia 12tahun. Ibunya yang
sering disapa bu tuti itupun adalah seorang wanita tukang gorengan yang biasa
berkeliling untuk menjual gorengan agar bisa mendapatkan beberapa lembar dan
koin rupiah.
Mereka tinggal disebuah rumah
kecil tua peninggalan almarhum ayahnya, yaa mereka hanya hidup berdua, berdua
tanpa adanya sosok ayah lagi dirumah tua itu. Rizki ingat sekali kejadian 3 tahun
lalu yang menimpa ayahnya, ayah rizki mengalami kecelakaan hebat hingga harus
kehilangan nyawanya. Sementara rizki yang juga ikut mengalami kecelakan itu
tidak mengalami luka sedikitpun.
“Entah mengapa ayah harus secepat itu dipanggil oleh yang
maha kuasa, ah mungkin allah begitu sayang pada ayah dan ingin segera ayah
untuk cepat bertemu dengannya” kata bu tuti yang menenangkan rizki setiap kali
mengingat ayahnya.
Dalam setiap untaian doa yang
rizki panjatkan selalu ada nama ayahnya, selalu ada nama ibunya. Yaa rizki
memang anak yang soleh tak pernah ia melupakan apalagi dengan sengaja
melewatkan solat lima waktu yang wajib dikerjakan oleh umat islam itu.
Matahari mulai menampakkan
sinarnya dengan harapan suatu saat nanti rizki dapat bersinar terang seperti
matahari yang menyilaukan. Bu tuti sudah siap dengan aneka macam gorengan yang akan
dijualnya itu. Rizki siap meraih masa depan rizki siap mengejar asa meski hanya
dengan mengandalkan sekotak peralatan semir sepatu. Baginya belajar bukan hanya
di sekolah , tapi belajar bisa kita lakukan dimanapun kita berada meskipun itu
di dalam lubang semut sekalipun.
“Bu, rizki berangkat ya doain rizki biar dapat rezeki yang
banyaaaaak ya bu” doa rizki yang selalu ia minta ke ibunya sebelum ia akan
berangkat untuk mengais rupiah.
“Ya nak, ibu selalu doakan rizki yang terbaik. Hati-hati,
sekalian kamu bawa beberapa gorengan ini ya mudah-mudahan laku” kata ibunya
“iya ibu, assalamualaikum” ucap rizki sambil mencium tangan
ibunya “walaikumsalam hati-hati” jawab
ibunya.
Bu tuti bergegas pergi
berkeliling kampung, sekolah dan pasar agar gorengan yang ia jajakan cepat laku
terjual. Demi menghidupi anak semata wayangnya itu bu tuti rela bekerja keras
untuk membahagiakan anaknya meskipun selama ini kehidupannya masih saja
kekurangan. Dan satu hal yang membuat ibu tuti sedih adalah ketika melihat
teman-teman rizki pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu, rizki malah harus sibuk
membantunya mencari uang. Bu tuti ingin sekali rizki bisa bersekolah lagi bisa
meraih cita-cita yang rizki inginkan. Air matapun menetes seketika, ketika
mengingat hal itu. Bu tuti tak pernah putus asa, ia selalu berusaha agar kelak
anaknya bisa bersekolah lagi.
“gorengan, gorengan duaribu 3, duaribu 3” teriak rizki di
pinggir jalan dan halte. “dek, beli gorengan nya dong ada apa aja nih?” tanya
beberapa mba-mba yang mulai memilih gorengan “banyak mba bakwan tahu pisang ubi
dijamin enak murah meriah bisa menunda lapar disaat nunggu angkot mba” sahut
rizki dengan semangat. “yaudah nih saya beli 4000 yaa” kata mba-mba dan
diikutin oleh beberapa orang lain yang juga
tertarik dengan gorengan yang rizki jual.
“Alhamdulillah gorengannya abis pasti ibu seneng nih” kata
rizki ketika selesai berjualan gorengan dan mulai menghitung rupiah yang ia
peroleh “sepuluh duabelas empatbelas enambelas ribu alhamdulillah” rizki senang
tersenyum lebar. Tapi pekerjaan rizki belum selesai ia harus pergi ketukang
penjual koran meskipun sudah jam 8lewat tapi rizki tetap pergi untuk mengambil
koran dan menjualnya di pinggir jalan raya. Suasana jalanpun masih macet ya
tidak ada salahnya menjual koran kesiangan dikit siapa tau ada secercah harapan
disitu. Dengan semangat rizki menjual koran, berkicau-kicau mempromosikan korannya
agar orang-orang mau membeli. Alhamdulillah satu dua bahkan enam koran sudah
berhasil ia jual biasanya hanya 3 sampai 5 koran saja yang bisa ia jual. Masih
ada 4 koran lagi yang harus rizki jual agar ia bisa mendapatkan rezeki yang
lebih hari ini. Rizki berkeliling ke terminal halte lampu merah terminal lagi
halte lampu merah seperti ia tak kenal lelah. Di halte ada seorang bapak yang
sedang menunggu bus minta untuk sepatunya disemir. Dengan semangat dan senang
hati rizki meyemir sepatu bapak bertopi itu sampai kinclong. Alhamdulillah
meskipu hanya 5ribu yang ia dapatkan dari bapak itu rizki tetap bersyukur.
Sinar matahari sepertinya sudah
tak bersahabat lagi, sangat menyengat dikulit laki-laki kecil itu. Koran belum
berhasil ia jual habis terpaksa ia harus segera menyetorkan uang penjualan dan
mengembalikan sisa koran yang belum dapat ia jual tersebut. “ nih 6ribu yaa”
kata sipenjual koran dengan menyodorkan uang bergambar pattimura dan pangeran
diponegoro itu. “ya mas makasih yaa” kata anak laki-laki kecil itu.
Perut rizki terasa lapar sekali cacing-cacing diperutnya
sudah mulai berdemonstrasi seperti buruh yang menuntut naik gaji. “ah aku
pulang dulu deh nanti aku semir sepatu lagi”ucap rizki dalam hati.
“Bu , ibu assalamualaikum bu?”
“Walaikumsalam rizki kok udah pulang?”tanya bu tuti pada
anaknya
“iya bu, aku laper. Mau makan di rumah aja biar hemat bu”
Bu tuti menyiapkan makan untuk anak lelaki kebanggannya itu,
lalu ia melanjutkan mencuci baju. Selain menjual gorengan bu tuti juga menerima
jasa cuci dan setrika pakaian, lumayan buat tambahan rizki biar bisa sekolah
lagi katanya.
Bagi mereka berdua pekerjaan
apapun akan mereka lakukan yang penting halal. Rizki juga biasa menjadi kuli
panggul di pasar, menjadi tukang cuci piring di beberapa rumah makan. Yang
penting bisa dapat uang halal untuk beli makan.
Seharusnya, jika masih sekolah rizki sudah kelas 2 SMP
tetapi karna keterbatsan biaya rizki tidak bisa melanjutkan sekolah ke tingkat
menengah pertama. Meskipun ia tidak lagi bersekolah ia rajin sekali pergi ke
rumah temannya untuk belajar bersama. Dengan senang hati temannya mengajarkan
rizki agar rizki juga bisa belajar seperti dirinya.
“bu rizki brangkat lagi yaaa “kata rizki “ya hati-hati
jangan lupa solat nanti yaa”sahut ibunya.
“ya buuuu....”
“Pak semir pak “ tawar rizki kepada beberapa orang di jalan
itu. Dan mereka hanya menggelengkan kepala dengan pelan untuk menandakan bahwa
sepatunya tidak sedang ingin disemir.
Allahuakbar allahuakbar....
Adzan dzuhur berkumandang. Rizki bergegas mencari musholah
atau masjid terdekat.
Setelah melaksanakan kewajiban dan memanjatkan beberapa doa
rizki mulai mencari rezeki kembali. Pada waktu-waktu seperti ini biasanya rizki
bertemu dengan teman-temannya yang sedang berjalan pulang ke rumah selepas
menuntut ilmu di sekolah. Rasa malu iripun terkadang muncul dihati rizki ah
tapi untuk apa ia iri, untuk apa dia malu. Apakah iri dan malu akan
mengantarkannya untuk bisa bersekolah lagi? Tentu tidak, hanya dengan
berusahalah ia dapat kembali bersekolah seperti teman-temannya.
Teman-temannya tak pernah mengejek rizki bahkan mereka tetap
menyapa rizki dan mengajak rizki bermain bola bersama. Ya jika ada waktu rizki
pasti ikut bermain, tapi ia terlalu sibuk dengan harapannya saat ini ia terlalu
sibuk untuk anak seusianya.
Rizki sudah lelah menawarkan jasa semir sepatu dan
sepertinya sudah tidak ada sepatu yang ingin disemir hari ini. Rizki pun
bergegas pulang ke rumah lalu ia mandi dan melaksanakan ibadah solat ashar.
Seperti tak betah di rumah
setelah menyegarkan jasmani dan rohaninya, rizki mencari rezeki lagi dengan
mencuci piring di rumah makan. Biasa nya ia akan diupahi 2bungkus nasi dan satu
lembar uang lima ribu. “lumayan buat makan nanti malam” katanya dalam hati.
Selepas solat magrib rizki pergi untuk belajar mengaji dan
belajar bersama di rumah temannya. Ibunya tak pernah melarang karna itulah yang
anaknya sukai dan memang bermanfaat untuk rizki kelak.
Ibu tuti membaringkan tubuhnya ke atas ranjang, biasanya
ibu-ibu lain pada saat seperti ini mengisi waktu istirahat mereka dengan
menonton tv, menonton sinetron kesayangannya. Tapi tidak dengan bu tuti mereka
memang memiliki tv di rumah tapi mereka jarang sekali menonton tv dengan alasan
tak kuat harus membayar listrik dengan mahal jika, digunakan untuk menonton tv.
Ya hidup mereka harus serba hemat semenjak kepergian ayah rizki. Mereka harus
bisa menghasilkan dan mengatur keuangan keluarga mereka agar mereka bisa
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“assalammualikum bu, rizki pulang” ucap salam rizki kepada
ibunya.
“Walaikumsalam yasuda tidur sana kamu pasti cape” suruh ibu.
“bu rizki berangkat, doain ya bu assalamualaikum...”
“walaikumsalam hati-hati” sahut bu tuti
Seperti hari-hari sebelumnya
kegiatan mereka berlangsung secara terus menerus dari bangun tidur hingga tidur
kembali tak kenal lelah dan pantang menyerah.
Setelah menjual beberapa gorengan ibunya dan menjual koran
rizki bekerja lagi untuk menyemir sepatu.
“dek semirin sepatu saya” kata bapak muda yang memakai jas
rapi. “ya pak siap” sahut rizki. Dengan semangat dan dengan hati-hati rizki
menyemir sepatu yang sebenarnya sudah mengkilap itu.
“kamu kenapa nyemir sepatu kaya gini? Ko ga sekolah?” tanya
pria berjas rapi itu.
“oh ya biar saya dapet duit pak, ibu saya belum bisa biayain
sekolah saya pak” jawab rizki.
“rumahmu dimana ?”
“di kampung lama belakang situ pak”
“mau kerja di tempat saya ga ?” kata bapak itu menawarkan.
“kerja apa pak ? dimana? Saya kan Cuma lulusan SD apa bisa saya bekerja dengan
bapak?” tanya rizki
“ya bisa, saya punya home industri. Di sana banyak ko
anak-anak yang belum bisa melanjutkan sekolah bekerja di tempat saya.”
“saya mau pak, lumayan juga nanti saya juga jadi punya
keahlian” kata rizki dengan antusias
“ya bener, kamu juga bisa sambil melanjutkan sekolah nanti
tinggal bagaimana kamu mengatur waktunya saja. Meskipun gajinya ga besar
seperti di perusahaan atau home industri lain tapi lumayan saya ingin membantu
anak-anak yang putus sekolah seperti kamu” ucap bapak berjas rapi itu.
“wah bapak baik banget saya mau kerja di tempat bapak” rizki
tersenyum gembira
“oke besok kamu datang aja ke rumah saya jalan merpati
kuning nomer 1 yaa temui saya pak roni”
“oke pak siap saya besok kerumah bapak pasti. Oh iya nih pak
sepatunyas udah selesai”
“oh iyaa nih ambil aja kembaliannya makasih ya jangan lupa”
kata bapak berjas sambil memberikan uang 50ribu..
“wah banyak amat pak makasih yaa pak. Ibu pasti seneng nih
kalo aku nanti bisa sekolah lagi” kata rizki yang berbicara sendiri..
Setelah beberapa pasang sepatu ia semir saatnya ia bergegas
pulang untuk solat dan makan. Ia juga sudah tidak sabar ingin menceritakan rezeki
yang ia dapatkan hari ini.
“alhamdulillah ibu senang kamu dapet kerja rizki. yauda kamu
gausah terlalu cape hari ini biar besok kerjanya semangat “ kata ibu tuti yang
senang mendengar cerita rizki
Meskipun esok hari ia harus bekerja di tempat baru tapi ia
tetap pergi bekerja di rumah makan agar malam ini ia dan ibunya bisa makan nasi
bungkus dari rumah makan itu.
“permisssiii, saya cari pak roni “ tanya rizki pada seorang
ibu yang sedang berada di luar rumah itu.
“oh iya silahkan masuk. ayo saya antar” kata ibu itu.
“pah , ni ada yang cari” kata ibu itu yang ternyata adalah
istri dari pak roni.
“oh kamu yang nyemir sepatu kemariin yaa.. sini mari saya
jelaskan tugas dan apa yang harus kamu kerjakan” sahut pak roni.
Dengan senang dan semangat rizki mendengarkan instruksi dari
pak roni, ia mulai mengerjakan beberapa tumpukan alas sendal yang harus di lem.
Dengan tekun dan rajin, setiap hari tugas
itulah yang harus roni kerjakan. Ia tak pernah mengeluh ia selalu ingat
pada harapannya bahwa ia harus sekolah lagi ia harus meraih cita-cita.
Setiap hari rizki bekerja di rumah
industri tersebut dan pada sore hari dia mencuci piring di rumah makan. Hingga
setelah beberapa bulan bekerja ia dapat melanjutkan sekolahnya kembali. Ia
tidak malu meskipun umurnya sudah jauh dari teman-teman barunya di sekolah
tetapi rizki membuktikan bahwa prestasinya mampu jauh di atas kemampuan
teman-temannya.
Pengalaman , kerja keras dan doa lah yang membuat rizki kuat
yang membuat rizki mampu meraih harapannya untuk bisa bersekolah lagi. Ia
percaya bahwa usaha keras tidak akan mengkhianati. Sekarang rizki akan lebih
giat belajar dan bekerja agar ia dapat meraih cita-cita agar ia dapat membuat
ibunya bangga dan agar ayahnya di surga sana bahagia....
“Untuk kita semua yang masih mempunyai waktu masih mempunyai
kesempatan untuk menuntut ilmu, mari kita manfaatkan .. agar kita tidak
menyesal di kemudian hari...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar